*Hermansyah Putra Sibarani
Batak merupakan salah satu suku bangsa terbesar di Indonesia, nama ini merupakan tema kolektif yang mengidentifikasikan beberapa suku bangsa yang bermukim dan berasal dari pantai barat dan pantai timur di provinsi Sumatera Utara yang dibagi menjadi 6 bagian yaitu; Toba, Karo, Simalungun, Pakpak, Angkola dan Mandailing.
Batak Toba memiliki banyak motif gorga, diantaranya motif binatang, motif hewan, motif tumbuhan, motif geometris dan motif hayalan atau raksasa. Karena pentingnya pengetahuan akan konsep dan nilai budaya Batak Toba, sehingga penulis mencoba konsisten mengkaji gorga singa-singa yang mempunyai nilai sakral dan nilai simbolik pada masyarakat Batak Toba. Hal tersebut dilatar belakangi karena ketertarikan terhadap bentuk, makna dan penempatan gorga singa-singa pada peninggalan kebudayaan tradisonal Batak Toba.
Gorga adalah sebuah ornamen, jika ditinjau dari etimologinya, ornamen berasal dari bahasa latin ornare yang berarti menghiasi, sesuatu yang mulanya kosong menjadi tidak kosong. Pada budaya Batak Toba, singa-singa dimasukkan kedalam bentuk gorga yaitu gorga singa-singa berbentuk tiga dimensi. Apabila mendengar kata singa yang terlintas dalam pikiran kita dalah raja hutan, binatang buas, kuat, jago dan berwibawa. Namun kebenarannya gorga singa-singa tidak berbentuk singa yang sebenarnya. Gorga singa-singa lebih mirip kepada manusia dengan sikap jongkok yang mana kepala gorga singa-singa dibuat lebih besar, kaki kecil dan mata melotot. Ketut Wiradnyana (2011) mengatakan bahwa singa-singa adalah hiasan topeng manusia yang distilir dengan penggabaran mata yang melotot, hidung distilir dengan garis hidung bersatu dengan garis alis, mulut terbuka dan biasanya digambarkan dengan menjulurkan lidah sampai menutupi dagu.
Menurut Hasibuan (1985) bagaimanapun juga gorga singa-singa adalah tema hias orang Batak, khususnya di Toba. Simbol ini terlihat sebagai motif hias rumah, perabotan rumah tangga, peti mati dari kayu, batu makam, perhiasan dari kuningan dan tanaduk tabung peluru. Karena itu terdapat dimana-mana, simbol tersebut mempunyai peranan sebagai pelindung dan kekuatan. Saat pertama kali melihat gorga singa-singa, penulis merasakan seuatu yang aneh, hal tersebut terlihat jelas pada bentuk mata yang melotot membelalak hingga menimbulkan rasa ngeri dan merinding diseluruh tubuh seakan-akan seperti ada sosok roh penghuni gorga singa-singa tersebut. Dari moment tersebut yang pada awalnya penulis menganggap itu hanya hiasan semata pada rumah adat Batak Toba, timbul niat untuk mengetahui apa sebenaranya fungsi gorga singa-singa sebenarnya. Bugaran Simanjuntak (2004) mengatakan, Sesungguhnya gorga singa-singa adalah simbol kekuatan yang bermanfaat sebagai pelindung atau penjaga bagi penghuni rumah dan kampung. Akan tetapi hal tersebut tidak bersifat abadi, sama halnya dengan sosok roh yang dalam Bahasa Batak Toba disebut dengan tondi, singa-singa tidak memiliki kekuatan yang abadi. Sama dengan manusia, roh dapat meninggalkan tubuh manusia. Bila roh meninggalkan tubuh untuk sementara makan manusia bisa sakit maupun pingsan, bila seterusnya demikian maka manusia itu bisa mati. Dari pendapat Bugaran Simanjuntak tersebut singa-singa tidak selamanya dapat menjadi pelindung atau penjaga bagi penghuni rumah dan kampung.
Mencari Ayah
Devenisi ayah dapat bervariasi secara lintas budaya. Hal ini terjadi karena masing-masing kelompok budaya mempunyai perbedaan dalam menetapkan fungsi ayah dalam aktivitas pengasuhan (Lynn 1974, dalam roggman dkk, 2002). Ayah yang dicari gorga singa-singa disini dimaksudkan kepada manusia, yaitu masyarakat Batak toba sebagai orang yang harus memiliki peran yang jelas, sebagai kepala yang memberikan perlindungan dan pengasuhan terhadap benda tradisi.
Penulis pernah memiliki pengalaman yang berkesan tentang hilangnya satu pasang gorga singa-singa yang tersisa disebuah kampung di laguboti, tepatnya itu di huta tinggi. Pada suatu malam diantara pergantian hari ada sebuah mobil yang berhenti, yang awalnya gonggongan anjing dan suara-suara tetangga membuat ramai kampung tersebut tiba-tiba diam seperti terhipnotis. Saat mobil yang berhenti tadi beranjak dari kampung tersebut, dengan tiba-tiba semua anjing di kampung itu mengonggong dengan bersamaan, para masyarakat penghuni kampung berkeluaran dari rumah bertanya-tanya tentang apa yang terjadi. Tidak lama ada seorang warga kampung mengaku telah kehilangan sepasang gorga singa-singa dari depan rumahnya. Dari kejadian itu saya sebagai keturunan asli Batak Toba befikir bahwa, kenapa hal tersebut bisa terjadi, ada apa sebenarnya yang ada dalam gorga singa-singa tersebut.
Setelah banyak mengunjungi kampung yang masih memiliki rumah adat Batak Toba, saat ini telah jarang sekali kita menjumpai yang namanya gorga singa-singa, hal tersebut terjawab dari seseorang yang sempat saya beri pertanyaan, sesungguhnya gorga Batak Toba tidak dimiliki semua rumah adat, dulunya hanya orang-orang tertentu maupun orang yang memiliki kekuasaan seperti raja atau petinggi adat di sebuah kampung saja yang memiliki motif gorga pada rumah terkhususnya itu gorga singa-singa. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa gorga singa-singa sangat memiliki peran penting dan tidak sembarangan orang dapat memiliki dan menempatkannya pada rumah. Namun walupun demikian ada juga yang penulis jumpain gorga singa-singa tidak mendapat perhatian, tidak dirawat dan telah dibiarkan rusak dimakan rayap serta disarangi oleh serangga-serangga lainnya.
Seiring berjalannya waktu jaman semakin maju, tidak kita sadari banyak benda-benda tradisi yang telah kita lupakan. Nilai-nilai kebudayaan telah banyak terkikis bahkan tersisihkan oleh budaya asing dan berakibat fatal sehingga banyak kebudayaan dan benda tradisi dari kebudayaan telah terlupakan dan tidak dikenali oleh pemuda-pemudi zaman sekarang karena kurangnya perhatian dan upaya pelestariannya. Fenomena negative sangat jelas terlihat pada zaman sekarang, terkhusus pada pandangan masyarakat terhadap budaya. Oleh karena fenomena tersebut yang selalu meracuni pikiran sehingga menjadi satu perenungan untuk melahirkan ide yang dapat dijadikan pelajaran dan memberi pemahaman tentang gorga singa-singa.
*Penulis merupakan Mahasiswa ISI Padangpanjang
*Penulis merupakan Mahasiswa ISI Padangpanjang
0 Komentar